Berhenti Membandingkan Dirimu.

credit to wordfangs on Twitter


Halo, assalamualaikum. Selamat pagi, siang, dan malam teruntuk kalian yang membaca tulisan ini dimanapun dan kapanpun kalian berada. Semoga bahagia selalu, ya! Udah baca judul dari tulisan ini kan, guys? Ayo siapa yang merasa tersentil dengan judul di atas ayo siapaaa?? Ayo ngaku juga siapa yang sampe saat ini masih membanding-bandingkan dirinya dengan orang lain? Kebiasaan membanding-bandingkan diri dengan orang lain ini memang sudah akrab sih ya, guys sedari kita kecil. Dimulai dari lingkup keluarga, disadari atau tidak banyak orang tua yang membandingkan anaknya dengan orang lain. “lihat tuh kakak kamu, dari kelas satu sampai kelas enam selalu dapat ranking 10 besar di kelas”. Atau “kamu mah males banget sih, lihat tuh dia rajin, dari pagi udah beres-beres rumah”. Aku dan mungkin kalian juga pasti akrab ya guys dengan kebiasaan dibandingkan dengan orang lain.

Dalam istilah psikologi, kondisi ini disebut sebagai social comparison atau perbandingan sosial. Perbandingan sosial adalah kecenderungan seseorang untuk merasakan hal baik dan buruk dalam dirinya berdasarkan perbandingan dirinya sendiri dengan orang lain.

Nah, kebiasaan dari kecil ini yang lama kelamaan terus berkembang dan membuntuti kita hingga dewasa. Dimulai dari hal kecil, misalnya ketika sedang bermain Instagram dan melihat postingan atau instastory dari teman-teman seringkali ada rasa dan pikiran seperti “duh enak ya jadi dia”.  Melihat postingan teman bersama keluarganya muncul pemikiran seperti “enak deh keluarganya asik, gak kaya keluarga gue”.  Melihat postingan teman yang sedang jalan-jalan keluar kota atau keluar mnegeri, muncul juga deh pemikiran “kapan ya gue bisa travelling ke tempat-tempat yang gue suka.”

Semakin dewasa, terlebih di umur yang mulai menginjak kepala  dua ini permasalahan banding-membandingkan terasa semakin kompleks. Setelah lulus sekolah, kegiatan teman-teman mulai berbeda dan beragam. Ada yang melanjutkan pendidikan, ada yang memulai karir, ada yang mulai menempuh kehidupan baru. Setiap pencapaian orang lain terasa aneh untuk diri sendiri, di satu sisi tentu saja aku merasa senang, tapi di sisi lain ada juga pemikiran “gue kapan, ya?” “gue bisa gak ya kayak gitu?”

Mendengar kabar teman akan sidang skripsi, lantas berpikir “duh kok dia udah kelar aja sih. Kenapa gue stuck ya”. Mendengar kabar teman yang akan dilamar, lantas berpikir “lah dia udah mau nikah aja, gue kok belom ada pikiran kesana ya.” Mendengar kabar teman berhasil pergi ke Korea karena urusan pekerjaan, lantas berpikir “duh udah enak banget deh dia kerjanya, andai dulu gue langsung kerja aja gak usah kuliah.” Mendengar kabar teman lahiran anak pertama, lantas berpikir “ lah udah punya anak bae dia, gue kok masih gini-gini aja ya rebahan twitteran. Boro-boro dah punya anak.” Daaaann muasih banyak lagi.

Guys, aku cuma mau bilang bahwa setiap orang mempunyai waktu dan porsinya masing-masing. Gak akan pernah selesai dan gak akan ada habisnya kalau kita terus-terusan membandingkan hidup kita dengan orang lain. Ada yang umur 22 tahun udah jadi DPR, ada yang umur 19 udah punya anak, ada yang umur 21 udah lulus s2. Ada juga yang umur 20 udah meninggal huhu, mana masih muda. Kalian cuma perlu bersabar sebentar, dan biarkan semua berjalan sesuai waktu dan porsinya. Ada hal-hal di luar kekuasaan kita, dan kita gak berhak untuk menjawab itu semua. Serahkan aja semuanya, ke siapa? Waktu. Semua punya waktunya masing-masing. Semangat dan sukses!

12 Komentar

  1. bener banget nih, berhenti menbandingkan dan ciptakan kebahagiaan untuk dirimu sendiri

    BalasHapus
  2. terkadang rumput tetangga terlihat lebih hijau

    BalasHapus
  3. Tulis cerita keseharian dan sejarah hidup menurut gue lebih menarik deh,

    BalasHapus
  4. Mksh Kaka atas tulisan nya,sangat bersahabat sekali nasehat nya

    BalasHapus
  5. gaakan ada abisnya kalo bandingin diri sendri sama yang lain, cukup bersyukur aja skrg sama apa yang sudah di capai. Terima kasih mba nanad

    BalasHapus